ayo membaca

iqro' , bacalah
iqro' , bacalah
iqro' . bacalah







Wednesday, May 14, 2014

Keguguran awal dari belajar menjahit



awal belajar menjahit


Beberapa hari yang lalu, saya keguguran anak kedua, yang berumur 3 bulan. Ini kali kedua saya keguguran, anak pertama kami juga berakhir di usia kandungan 1,5 bulan. Sedih memang, tapi setidaknya dengan dua kehamilan tersebut, mematahkan pendapat orang-orang bahwa kami, atau salah satu dari kami, mandul. Mungkin ada penyakit di rahim saya, sehingga kandungan saya belum pernah mencapai bulan ke empat, atau memang janinnya yang lemah/  sperma awal kurang bagus. Dua pengalaman itu, menjadikan kami belajar banyak hal. Belajar sabar, belajar tenang, dan belajar ikhlas. Dihadapkan kenyataan keguguran berulang sedikit membuat saya, karena sakitnya bertingkat. Yang pertama memang karena keguguran itu sakit, yang kedua adalah sakit karena harus menerima kenyataan kehilangan calon bayi yang kami nantikan. Entah kenapa, saya yakin bahwa calon anak kami itu, keduanya laki-laki. Oh ya, selama  2 tahun itu, memang kami agak bekerja keras mencari nafkah. Mulai dari jualan batik, jualan soto, jualan bakso, mengajar, dll. Mungkin faktor “capek” juga turut andil dalam cobaan ini. Dari situlah, keputusan harus diambil. Atas saran dokter, untuk pemulihan rahim, saya diharuskan istirahat 3 bulan, masih boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan ringan, tapi tidak diperbolehkan angkat-angkat. Beliau juga menyarankan jika ingin segera program hamil setelah pemulihan 3 bulan, sebelum tau hamil, beliau menyarankan untuk istirahat total selama 4 bulan. Jadi kalaupun ada keajaiban saya langsung hamil, dari sejak keguguran yang terakhir, saya harus istirahat selama 7 bulan. Itupun, kalau kandungan ternyata masih bermasalah, harus istirahat sampai melahirkan. Dengan pertimbangan tersebut, kami memutuskan untuk menghentikan kegiatan berat. Jualan harus dihentikan dulu, sementara itu, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mungkin akan mencari tempat mengajar lagi. Sembari mengisi kekosongan, muncullah inisiatif untuk belajar menjahit. Kenapa menjahit? Dua tahun dengan dua kali keguguran membuat tubuh saya agak membengkak, gemuk tepatnya. Mencari baju susah, celana apalagi. Apesnya lagi, saya menjadi bahan ejekan teman-teman jualan saya di pasar. Ukuran tubuh suami yang kecil juga makin membuat kami kesusahan mencari pakaian. Tubuhnya kecil, padahal sudah 27 tahun loh. Model-model pakaian yang pas di badannya, rata-rata model pakaian anak/remaja. J maka dari itulah, saya harus bisa menjahit. Siapa tau dari hobi dan nasib yang kurang bagus masalah pakaian, membawa nasib kami menjadi lebih baik, siapa tau malah jadi lahan pekerjaan to? Aamiin. Intiya, semenjak tulisan ini dimuat, saya mulai belajar menjahit. Nantikan tulisan-tulisan saya mengenai kelanjutan belajar menjahit ini ya.

Penghijauan


Kata orang, hijau itu damai. Kata orang, hijau itu sejuk. Kata orang lagi, hijau itu indah. Beragam pendapat orang tentang hijau, termasuk saya. Bagiku, hijau itu artinya kehidupan. Bumi didominasi oleh tumbuhan berwarna hijau. Maka dari itulah, jika bumi hijau, artinya, masih banyak kehidupan. Hewan-hewan bisa makan, pun manusia jika tidak bisa makan tumbuhan, masih bisa makan hewan yang makan tumbuhan itu. Hijau juga identik dengan kebugaran, identik dengan kesehatan. Hijau itu, sesuatu. 
Sekarang saya sudah menikah, suami baru, tempat tinggal baru, pekerjaan baru, tetangga baru, semua serba baru, termasuk rumah yang "baru" akan dibangun. Intinya, hampir semua kehidupan saya menjadi baru. Untuk hidup baru itu, kami (saya dan suami) juga menyiapkan tumbuhan baru. Penghijauan, kata ini selalu saya pegang kemanapun kami pergi. Dengan tanaman hijau, hidup kami terasa lebih segar, lebih bermakna. Sore-sore melepas lelah dengan menyiram tanaman, melihat betapa sejuknya taman. Pagi hari untuk memunculkan semangat, menghirup udara segar dari taman. 
Perjuangan untuk menggalakkan penghijauan-pun tidak serta mulus. Rumbia, Lampung Tengah, sedikit berbeda dengan domisili kami sebelumnya. Kalau dibilang "ndeso" ya nggak "ndeso-ndeso" banget, kalau dikatakan "kota" juga belum bisa memenuhi syarat kota. Di desa ku daerah Pati, Jawa Tengah, kami para tetangga biasa bertukar tanaman. Jika tetangga punya tanaman yang bagus dan kebetulan yang lain belum punya, ya tinggal nembung saja, minta benih, minta batangnya. Berhubung kesengsem dengan tanaman punya tetangga, sayapun mencoba nembung. Tanamannya bisa dikembangbiakkan dengan "stek". Ternyata, penolakan haluspun muncul "lha wong tuku e murah kok, kae lo ning metro ono. sesok nek bojoku ning metro nitip kan iso". Kalau diterjemahkan, lha beli aja murah kok, itu lo di Metro, besok kalau suamiku ke Metro kan bisa nitip. Alhasil, besoknya, saya dan suami, mumpung ke Metro, mampir beli tanaman yang saya taksir. Sekedar info, perjalanan ke Metro membutuhkan waktu sekitar 2 - 3 jam perjalanan naik motor kecepatan sedang dari Rumbia. Dua bulan berlalu, tidak terasa, setiap ke Metro, kami menyempatkan mampir ke toko bunga untuk misi penghijauan. Lumayan banyak ternyata, kalau ditotal, mungkin selama 2 bulan itu habis sekitar 1 jutaan hanya untuk tanamannya saja. Tidak masalah, karena itu memang menjadi misis kami. Selain memang hobi, penghijauan ini juga ada misi lain lo. Kami ingin membuka warung taman, warung bakso tepatnya, berkonsep taman. Inilah yang menjadi penguat kedua kami melakukan penghijauan, selain alasan kesehatan dan keindahan. Mau tau tanaman apa saja yang sudah kami cicil? Ini beberapa di antaranya,  
Anggrek