awal belajar menjahit
Beberapa hari yang lalu, saya keguguran anak kedua, yang
berumur 3 bulan. Ini kali kedua saya keguguran, anak pertama kami juga berakhir
di usia kandungan 1,5 bulan. Sedih memang, tapi setidaknya dengan dua kehamilan
tersebut, mematahkan pendapat orang-orang bahwa kami, atau salah satu dari
kami, mandul. Mungkin ada penyakit di rahim saya, sehingga kandungan saya belum
pernah mencapai bulan ke empat, atau memang janinnya yang lemah/ sperma awal kurang bagus. Dua pengalaman itu,
menjadikan kami belajar banyak hal. Belajar sabar, belajar tenang, dan belajar
ikhlas. Dihadapkan kenyataan keguguran berulang sedikit membuat saya, karena
sakitnya bertingkat. Yang pertama memang karena keguguran itu sakit, yang kedua
adalah sakit karena harus menerima kenyataan kehilangan calon bayi yang kami
nantikan. Entah kenapa, saya yakin bahwa calon anak kami itu, keduanya
laki-laki. Oh ya, selama 2 tahun itu,
memang kami agak bekerja keras mencari nafkah. Mulai dari jualan batik, jualan
soto, jualan bakso, mengajar, dll. Mungkin faktor “capek” juga turut andil
dalam cobaan ini. Dari situlah, keputusan harus diambil. Atas saran dokter,
untuk pemulihan rahim, saya diharuskan istirahat 3 bulan, masih boleh melakukan
pekerjaan-pekerjaan ringan, tapi tidak diperbolehkan angkat-angkat. Beliau juga
menyarankan jika ingin segera program hamil setelah pemulihan 3 bulan, sebelum
tau hamil, beliau menyarankan untuk istirahat total selama 4 bulan. Jadi
kalaupun ada keajaiban saya langsung hamil, dari sejak keguguran yang terakhir,
saya harus istirahat selama 7 bulan. Itupun, kalau kandungan ternyata masih
bermasalah, harus istirahat sampai melahirkan. Dengan pertimbangan tersebut,
kami memutuskan untuk menghentikan kegiatan berat. Jualan harus dihentikan
dulu, sementara itu, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mungkin akan
mencari tempat mengajar lagi. Sembari mengisi kekosongan, muncullah inisiatif
untuk belajar menjahit. Kenapa menjahit? Dua tahun dengan dua kali keguguran
membuat tubuh saya agak membengkak, gemuk tepatnya. Mencari baju susah, celana
apalagi. Apesnya lagi, saya menjadi bahan ejekan teman-teman jualan saya di
pasar. Ukuran tubuh suami yang kecil juga makin membuat kami kesusahan mencari
pakaian. Tubuhnya kecil, padahal sudah 27 tahun loh. Model-model pakaian yang
pas di badannya, rata-rata model pakaian anak/remaja. J
maka dari itulah, saya harus bisa menjahit. Siapa tau dari hobi dan nasib yang
kurang bagus masalah pakaian, membawa nasib kami menjadi lebih baik, siapa tau
malah jadi lahan pekerjaan to? Aamiin. Intiya, semenjak tulisan ini dimuat,
saya mulai belajar menjahit. Nantikan tulisan-tulisan saya mengenai kelanjutan
belajar menjahit ini ya.